Senin, 11 November 2013

UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PETANI MELALUI PENGUATAN MODAL SOSIAL












UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PETANI MELALUI PENGUATAN MODAL SOSIAL











KELOMPOK 8 :



1. GANDA ARIF SEJENDRO                   (111510501100)
2. DINI INTAN                                 (121510501005)
3. DEVY CRISTIANA                    (121510501020)
3. KHAIRUN NISA’ S                     (121510501029)
5. SITI MAHMUDA T                     (121510501030)
6. ERZA SIGIT SUGIARTO          (121510501131)
                                                     







BAB 1. PENDAHULUAN

Proses pembangunan Indonesia yang merupakan negara agraris menjadikan sektor pertanian yang sangat penting dalam perekonomian nasional dan sebagian besar penduduk Indonesia hidup di pedesaan dengan mata pencaharian sebagai petani. Sektor pertanian dapat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pendapatan nasional Indonesia dan sebagian ekspor Indonesia berasal dari sektor pertanian, sehingga sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam penyerapan tenaga kerja dan peyediaan kebutuhan pangan dan sandang bagi penduduk, sektor pertanian mampu menyerap tenaga kerja yaitu sebanyak 17, 51% orang dari total penduduk indonesia sebanyak 237.556.400 juta orang
Corak pertanian di Indonesia pada umumnya masih bersifat agraris dan subsisten, meskipun cenderung sudah menuju pada pertanian moderen. Ketika suatu pertanian sudah mencapai pada proses produksi, maka banyak faktor yangdiperhatikan sehubungan dengan proses produksi tersebut. Diantaranya yaitu mengenai struktur pendapatan dan biaya yang merupakan faktor penting dalam proses produksi. Dalam pertanian yang bersifat subsisten, setiap keluarga petani berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup dari usahataninya. Sektor pertanian mempunyai peran sebagai penyumbang terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), sumbangan terhadap penyerapan tenaga kerja dan juga sumbangan terhadap ekspor .
Permasalahan yang dihadapi petani saat ini diidentifikasi karena kesenjangan terhadap akses modal yang ditengarai dari adanya peraturan Dinas Pertanian yang mengharuskan setiap petani membentuk kelompok tani agar dapat memperoleh bantuan atau pinjaman, sarana dan prasarana pertanian yang masih minim yang disebabkan adanya permainan pihak swasta, dan kemampuan SDM serta perekonomian di sektor pedesaan yang tidak kompetitif menunjang pendapatan yang pada akhirnya akan mempengaruhi produktivitas masyarakat khususnya petani.
Selain itu kelembagaan yang ada di wilayah pedesaan secara umum belum dioptimalkan yang ditandai dengan adanya lembaga seperti kelompok tani yang belum dapat menyalurkan dan mengakomodasi kepentingan, kebutuhan dan pelayanan masyarakat dalam rangka meningkatkan produktivitas yang mampu memberikan nilai tambah usaha.
Modal manusia dalam bentuk SDM sebagai input dalam pembangunan pertanian dapat dilihat dari keluaran berbentuk pengetahuan, keterampilan dan kemampuan bertindak. Modal sosial merupakan modal yang sangat abstrak dan keluarannya hanya dapat dilihat dalam bentuk aksi-reaksi antar manusia.
Modal manusia dan modal sosial adalah bagian yang tidak terpisahkan walaupun keluaran yang dihasilkan berbeda. Beberapa kajian penelitian dalam bidang ilmu ekonomi masih sangat terbatas yang membahas mengenai modal sosial. Selama ini sebagian besar mengkaji mengenai modal-modal yang bersifat moneter, hal ini mungkin dikarenakan sulitnya mengkuatitatifkan mengukur suatu modal sosial dalam satuan nominal, meskipun perannya penting dalam menganalisis perilaku masyarakat Indonesia yang kaya akan budaya, suku, adat istiadat dan hubungan yang erat antar masyarakatnya.Modal sosial atau solidaritas sosial masyarakat pedesaan, pemahaman terhadap modal sosial tentang nilai-nilai yang mendasarinya, proses terjadinnya dan pengamalannya dalam kehidupan keseharian sangat membantu dalam merumuskan suatu strategi untuk meningkatkan produktivitas yang selama ini diabaikan.





















BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Robert Putnam, 1993 bahwa modal sosial adalah Modal fisik dan modal manusia yang mengacu pada organisasi sosial dengan jaringan sosial, norma-norma, dan kepercayaan sosial yang dapat menjembatani terciptanya kerjasama dalam komunitas sehingga terjalin kerjasama yang saling menguntungkan (Alfiasari,2008). Sedangkan menurut Pierre Bourdieu, 1998 bahwa Modal sosial adalah agregat dari sumber-sumber yang aktual atau potensial yang dikaitkan dengan pemilikan jaringan yang tahan dari hubungan yang bersifat institusional dalam hal kepemilikan dan rekognesi yang timbal balik (Alfiasari,2008). Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa modal sosial adalah modal yang dimiliki individu manusia yang mengacu pada perilaku yang kooperatif yang mengacu pada organisasi sosial dengan jaringan sosial, normanorma, kepercayaan sosial yang dapat menjembatani terciptanya kerjasama yang menguntungkan untuk mendorong pada adannya keteraturan dan peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat.
Unsur terpenting dan dapat dipandang sebagai syarat keharusan (necessary condition) dari terbentuk dan terbangunnya modal sosial yang kuat (atau lemah) dari suatu masyarakat adalah kepercayaan (trust). Adapun unsur-unsur yang dapat dipandang sebagai syarat kecukupan (sufficiency condition) dari terbentuk atau terbangunnya kekuatan modal sosial di suatu masyarakat adalah: (a) partisipasi dalam jaringan sosial (participation and social network), (b) saling tukar kebaikan (resiprocity), (c) norma sosial (social norm), (d) nilai-nilai sosial, dan (e) tindakan yang proaktif (Dance, dkk., 2009). Dari sudut pandang sosiologi, modal sosial memiliki elemen utama yaitu norms, reciprocity, trust dan networks.
            Pranadji (2006) berpendapat bahwa unsur terpenting dalam modal sosial adalah kepercayaan yang merupakan perekat bagi langgengnya kerjasama dalam kelompok masyarakat. Dengan kepercayaan orang-orang akan bisa bekerjasama secara lebih efektif.Pada masyarakat tradisional, kohesifitas kelompok cukup tinggi, hubungan antar individu dalam suatu kelompok cenderung kohesif dan solidaritas pun terbangun dari nilai-nilai yang diakui dan dipercayai bersama, namun memiliki rentang kepercayaan yang pendek. Seperti yang dikatakan oleh Fukuyama bahwa hampir semua bentuk budaya tradisional dengan masyarakatnya yang tertutup seperti suku-suku primitif, suku yang asih kuat menganut budaya klan dan feodal, umumnya hidup dan prilaku mereka didasarkan oleh norma bersama. Kelompok yang demikian memiliki modal sosial tetapi tidak dapat menjadi investasi dan sekaligus membawa kemajuan dan kekayaan ide bagi seluruh kelompok dan individu yang ada dalam kelompok tersebut.
Konsep modal sosial (sosial capital) muncul dari pemikiran bahwa anggota masyarakat tidak mungkin dapat hidup secara individu mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi. Pertama modal sosial berkaitan erat dengan organisasi sosial seperti hubungan antara individu, norma dan kepercayaan yang memudahkan koordinasi dan kerjasama yang saling menguntungkan. Saling menguntungkan berarti ada distribusi partisipasi semua pihak yang berada di dalam satu ikatan sesuai dengan fungsi masing- masing. Dalam konteks ini modal sosial diartikan sebagai kemampuan menciptakan dan mempertahankan pertalian secara sukarela atau dimaknai sebagai gagasan yang menganggap komunitas yang sehat adalah bagian untuk mempercepat kehidupan yang lebih baik.
Satu konsep yang dekat dengan modal sosial yang sejak dulu menjadi salah satu perhatian ilmuwan khususnya untuk masyarakat pertanian adalah konsep hubungan patron klien (Scott dalam Azahari, 2008). Ini merupakan hubungan dua pihak antara dua orang secara individual yang bersifat asimetris. Pihak patron (tuan atau majikan) menyediakan perlindungan dan jaminan sosial, sedangkan klien memberikan tenaganya baik di pertanian maupun di rumah.
Dalam pengembangan wilayah, hal yang sebenarnya dibicarakan adalah pemberdayaan masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan dengan yang dimiliki atau dikuasai, yaitu teknologi. Dan merupakan proses di mana orang memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan keinginan untuk mengkritisi dan menganalisa situasi yang mereka hadapi dan mengambil tindakan yang tepat untuk merubah kondisi tersebut.
Produktivitas mengandung pengertian filosofis, definisi kerja dan teknis operasional. Secara filosofis, produktivitas mengandung pandangan hidup dan sikap mental yang selalu beusaha unuk meningkatkan mutu kehidupan (Soeharjo,1973). Keadaan hari ini harus lebih baik dari kemarin, dan mutu kehidupan besok harus lebih baik dari hari ini. Pandangan hidup dan sikap mental yang demikian akan mendorong manusia untuk tidak cepat meras puas, akan tetapi terus mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan kerja. Untuk definisi kerja, produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai (keluaran) dengan keseluruhan sumber daya (masukan) yang dipergunakan per satuan waktu. Definisi kerja ini mengandung cara atau metode pengukuran walaupun secara teori dapat dilakukan, akan tetapi dalam praktek sukar dilaksanakan, terutama karena sumber daya masukan yang dipergunakan umumnya terdiri dari banyak macam dan dalam proporsi berbeda. Sumber daya masukan dapat terdiri dari beberapa faktor produksi seperti tanah, gedung, mesin, peralatan, bahan mentah dan sumber daya menusia itu sendiri. Produktivitas masing-masing faktor produksi tersebut dapat dilakukan baik secara bersama-sama maupun secara berdiri sendiri. Dalam hal ini peningkatan produktivitas manusia merupakan sasaran strategis karena peningkatan produktivitas faktor-faktor lain sangat tergantung pada kemampuan tenaga manusia yang memanfaatkannya. Sehungga dapat dikemukakan bahwa produktivitas merupakan rasio yang menunjukan perbandingan antara jumlah produksi yang dihasilkan dengan jumlah faktor yang dipergunakan menurut satuan waktu tertentu.
Sehingga pada hakekatnya makna peningkatan produktivitas yang dapat terwujud dalam empat bentuk (Rodrigues, 2012), yaitu :Jumlah produksi yang sama dapat diperoleh dengan menggunakan sumber daya yang lebih sedikit ; dan/atau, jumlah produksi yang lebih besar dapat dicapai dengan menggunakan sumber daya yang kurang ; dan/atau, jumlah produksi yang lebih besar dapat dicapai dengan menggunakan sumber daya yang sama ; dan/atau, jumlah produksi yang jauh lebih besar dapat diperoleh dengan pertambahan sumber daya yang relatif lebihkecil.
Kabupaten Demak sebagai salah satu daerah yang berada di Provinsi Jawa Tengah memiliki sektor pertanian sebagai sektor unggulan dalam struktur perekonomiannya, hal tersebut dibuktikan dengan besarnya kontribusi pertanian terhadap 9 sektor lain dalam PDRB yaitu sebesar 1.226.312,09 juta atau 42% menyumbang PDRB serta nilai LQ sebesar 2,096 (Tinjauan PDRB Kabupaten/ kota Se- Jateng, 2009). Informasi yang diperoleh bahwa jumlah tenaga kerja yang bekerja menurut lapangan usaha pertanian di Kabupaten Demak mengalami fluktuasi, namun tetap menjadi pekerjaan utama dengan jumlah tenaga kerja tertinggi.
            Masyarakat Kabupaten Demak dikenal sebagai komunitas yang dalam kehidupan sehari-hari menggantungkan hidupnya pada pertanian, tatanan sosial masyarakatnya berakar kuat pada sendi-sendi agama dan erat dalam memegang adat istiadat setempat. Kandungan nilai-nilai sosial tersebut bersifat universal dimana banyak memuat nilai-nilai kebersamaan, saling tolong menolong, toleran, dan sifatnya terbuka merupakan wujud nyata dari nilai-nilai modal sosial. Modal sosial yang muncul pada level individu seperti melaksanakan gotong royong, ibadah haji, kematian, perkawinan, pengajian umum, greneg besar, dan tradisi lainnya oleh tokoh-tokoh agama dan kegiatan lainnya. Sementara pada aktivitas kelompok, modal sosail muncul dalam kegiatan membangun sarana beribadah, madrasah, peringatan Maulid Nabi, peringatan hari syawal, peringatan hari besar islam, selamatan dan lainnya. Dengan demikian keberadaan modal sosial diharapkan dapat menumbuhkan partisipasi masyarakat dan menjadi pendorong bagi peningkatan akselerasi peran daerah dalam meningkatkan pengembangan masyarakat sehingga kesenjangan daerah atau desa dan kota dapat diminimalisir. Oleh karena itu, dapat diketahui juga bahwa produktivitas petani di pengaruhi dengan faktor non- ekonomi juga, yaitu modal sosial.
































BAB 3. PEMBAHASAN

Bank Dunia (1999) mendefenisikan Modal Sosial sebagai suatu yang merujuk ke dimensi institusional, hubungan-hubungan yang terjadi, dan norma-norma yang membentuk kualitas dan kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat. Modal social bukan hanya sekedar deretan jumlah institusi atau kelompok yang menopang kehidupan social, melainkan dengan spectrum yang lebih luas yaitu sebagai perekat (social glue) yang menjaga kesatuan anggota kelompok secara bersama-sama. Cohen dan Prusak (2001) memberikan pengertian bahwa modal social sebagai stok dari hubungan aktif antar masyarakat. Setiap pola hubungan yang terjadi diikat oleh kepercayaan (trust) kesaling pengertian (mutual understanding), dan nilai nilai bersama yang mengikat anggota kelompok untuk membuat kemungkinan aksi bersama dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Lebih jauh Eva Cox (1995) mendefenisikan modal social sebagai suatu rangkaian proses hubungan antara manusia yang ditopang oleh jaringan, norma-norma, dan kepercayaan social yang memungkinkan efisien dan efektifnya koordinasi dan kerjasama untuk mendapatkan keuntungan dan kebajikan bersama. Kemudian Paul Bullen dan Jenny Onix (1998) memberi tambahan bobot terhadap dimensi modal social dengan mengatakan bahwa yang sanagt penting dari modal social adalah kemampuannya sebagai basis social untuk membangun masyarakat sipil yang sebenarnya. Terdapat beberapa acuan nilai dan unsur yang merupakan roh dari modal social yaitu antara lain sikap yang partisipatif, sikap yang saling memperhatikan, saling memberi dan menerima, saling mempercayai dan diperkuat oleh nilai-nilai dan norma yang mendukungnya. Lebih jauh lagi dikatakan bahwa unsur pokok pendukung modal social sebagai investasi adalah antara lain; partisipasi dalam jaringan, ketimbalbalikan (Reciprocity), rasa saling mempercayai (Trust), norma-norma, nilai-nilai dan Sikap yang Proaktif (proactivity).
Modal sosial fokus pada jaringan, yaitu hubungan antar individu, saling percaya dan norma yang mengatur jaringan kerjasama . Jaringan kerjasama akan mefasilitasi terjadinya komunikasi dan interaksi, memungkinkan tumbuhnya saling percaya dan memperkuat kerjasama .Individu petani atau kelompok petani yang memiliki jaringan komunikasi dan interaksi lebih luas dengan kelompok, maupun kelembagaan lain yang terkait, akan lebih sering terjadi pertukaran informasi sehingga mempunyai modal sosial tinggi dan mempunyai peluang untuk meningkatkan produktivitas, pendapatan dan kesejahteraannya.
Kemampuan memanfaatkan modal sosial ini sangat ditentukan oleh kemampuan modal manusia (pengetahuan, motivasi, dan sikap) sebagai proses mental dalam pengambilan keputusan untuk meningkatkan produktivitas usahatani. Kemampuan komunikasi dan kerjasama adalah dua kompetensi pada individu yang diakui berpotensi dalam membangun jaringan informasi dan pengambilan keputusan secara kolektif. Modal manusia yang tinggi dalam kegiatan usahatani akan meningkatkan interaksi, komunikasi, dan jaringan kerjasama sehingga dapat mempengaruhi modal sosial. Modal sosial yang kuat akan memperkuat modal manusia sehingga antara keduanya memiliki hubungan timbal balik. Modal sosial melalui jaringan kerjasama dapat menberikan sarana untuk mengadopsi, mengambil manfaat dari inovasi dan menciptakan modal ekonomi, memungkinkan kegiatan adopsi bertahan dan berkelanjutan.
Penyebaran informasi, peningkatan kapasitas petani atau kelompok, pengelolaan usahatani dan adopsi inovasi perlu dilakukan melalui pendekatan ‘berbasis modal sosial”. Kelembagaan tingkat mikro (kelembagaan tani) merupakan basis berkembangnya modal sosial dari bawah, sehingga perlu diperkuat karena berpotensi menjadi bahan bakar pembangunan sosial dan ekonomi di pedesaan. Dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian maka seorang penyuluh perlu memahami secara baik mengenai afeksi petani sebagai landasan untuk memberikan keyakinan dan kepercayaan kepada petani mengenai inovasi yang disampaikan dengan menggunakan metode yang paling disukai petani.
Sehubungan dengan itu maka penyuluhan pertanian sangat perlu dilakukan melalui pendekatan modal sosial sebagai instrumen utama untuk meningkatkan akses petani terhadap informasi serta memperkuat struktur jaringan kerjasama dalam adopsi inovasi. Untuk meningkatkan kapsitas petani dan tingkat adopsi inovasi pertanian maka diperlukan revitalisasi modal sosial terutama dalam pengembangan dan penguatan modal sosial dan kelembagaan tani, pembangunan sektor pertanian tidak bisa dilakukan secara otonomi karena mempunyai keterkaitan dengan subsektor dan sektor-sektor lain.
Sehingga diperlukan kebijakan dalam pengembangan jaringan kerjasama dari berbagai sektor. Oleh karena itu, modal sosial mempunyai posisi strategis dalam pengembangan jaringan kerjasama pembangunan sosial dan ekonomi mikro dan makro. Ketersediaan informasi sesuai jenis, jumlah, kualitas, dan tepat waktu saat dibutuhkan petani mampu meningkatkan adopsi teknologi. Nilai manfaat ekonomi informasi tidak mempengaruhi tingkat adopsi inovasi karena bukan faktor dominan dipertimbangkan petani utama pengambilan keputusan, melainkan ketersediaan biaya usahatani.
Modal yang didapat petani untuk produksi itu didapat dari penggabungan antara KUAT  (semisal pada Subak di Bali) dengan didasari solidaritas antar petani tersebut dengan menghubungkan tiga komponen modal sosial tersebut, antara lain:
1.      Trust
Berdasarkan pada kondisi yang ada pada KUAT Subak Guama memberikan indikasi bahwa melalui trust,  para petani anggota koperasi dan subak dapat bekerjama secara lebih efektif. Hal ini disebabkan oleh adanya kesediaan di antara mereka untuk menempatkan kepentingan kelompoknya di atas kepentingan individu. Sebagai salah satu unsur modal sosial, adanya trust di antara para petani dapat menjadi sumber energi kolektif KUAT dan subak untuk membangun institusi-institusi di dalamnya guna mewujdukan tercapainya tujuan-tujuan setiap kegiatan agribisnis KUAT Subak Guama. Adanya tindakan-tindakan kolektif yang didasari pada rasa saling mempercayai yang tinggi di antara anggota KUAT Subak Guama akan meningkatkan partisipasi mereka dalam berbagai kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan dalam koperasinya, seperti kegiatan agribisnis yang telah disebutkan di atas.
Rasa percaya yang tinggi di antara para petani akan memunculkan adanya kecendrungan yang tinggi untuk terwujdunya hubungan-hubungan sosial yang positif seperti adanya kerjasama untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan mereka. Hal ini sangat mendukung apa yang diungkapkan oleh Cox (1995) mengenai trust itu sendiri yaitu we expect others to manifest goodwill, we trust our fellow humen beings. We tend to work ccoperatively, to collaborate with others in collegial relationship.
            Pada KUAT Subak Guama, interaksi antar petani baik dalam kegiatan sosial, teknis (irigasi dan pertanian) serta ekonomis adalah didasarkan pada perasaan yakin (sense of confidence) bahwa di antara mereka akan saling memberikan tanggapan sebagaimana yang diharapkan olehnya dan selanjutnya mereka saling mendukung. Oleh karena itu, mereka merasakan adanya rasa aman di dalam berinteraksi untuk mengembakan kegiatan agribisnis melalui KUAT Subak Guama.
            Ikatan moral kepercayaan sosial sangat memberikan andil bagi kelancaran kegiatan-kegiatan agribisnis yang dilakukan KUAT Subak Guama karena kepercayaan sosial ini sekaligus mendukung norma-norma atau aturan-aturan yang disepakati dan diberlakukan dalam KUAT Subak Guama. Diantara para petani telah terbentuk adanya kejujuran sebagai salah satu unsur dari kepercayaan yang berhubungan dengan ketulusan dan keadaan yang sebenarnya, sehingga mereka akan selalu mematuhi segala ketentuan yang diberlakukan dalam aktivitas agribisnis ini, seperti pemberian kredit untuk ternak, usahatani padi dan kredit usaha mandiri.
            Komponen trust ini terlihat pada penyaluran kredit sapi kepada anggota KUAT secara bergilir yang besarnya Rp 663.500.000,00 dalam jangka waktu 2 tahun, dimana tingkat bunga yang diberlakukan adalah sebesar 12 %/tahun dengan biaya administrasi adalah 2,5 % pada saat pengembalian kredit. Telah disepakati dan ditetapkan bahwa masing-masing anggota memperoleh maksimal 2 ekor sapi dengan harga Rp 3.000.000,00/ekor. Pembayaran bunga dilakukan setiap bulan sedangkan pelunasan pokoknya adalah pada saat akhir masa kontrak pinjaman, yaitu 2 (dua) tahun. Selain itu, berdasarkan pada trust yang ada pada KUAT Subak Guama, peminjam kredit diperkenankan untuk melakukan pengadaan bibit sapi secara individual tetapi mereka diwajibkan untuk menyetorkan tanda bukti pembelian yang sah. Petani merasa memperoleh keuntungan dari ketentuan-ketentuan kredit ini, seperti suku bunga yang relatif rendah, jangka waktu kredit relatif panjang dan bahkan diberikan kemudahan bebas bunga kredit jika terjadi kematian sapinya karena bukan faktor teknis dan kesalahan petani. Bagi KUAT, kegiatan ini merupakan bentuk usaha yang berbasis petani dan memberikan keuntungan ekonomis.
            Trust lainnya terlihat pada kegiatan Integrated Crop Management (ICM) dengan programnya pemupukan berimbang, penggunaan pupuk organik dan penerapan sistem jajar legowo. KUAT memberikan fasilitasi untuk pengadaan kebutuhan input produksi pertanian seperti bibit, pupuk dan obat-obatan, teknologi guna mendorong petani untuk dapat melakukan pengelolaan usahataninya lebih efisien dan efektif. Di atas telah disebutkan besarnya modal yang digunakan untuk kegiatan ini adalah Rp 98.000.000,00 yang disalurkan kepada petani dengan sistem kredit, yaitu dibayarkan setelah panen. Seperti halnya pada kredit sapi, pada kredit usahatani ini juga memberikan manfaat bagi petani karena suku bunga yang cukup murah yaitu 12 %/tahun dan tanpa biaya administrasi. Kepercayaan pada anggota ditunjukkan dengan tanpa adanya agunan yang harus diserahkan kepada KUAT.
2.      Norma Sosial
Norma sosial merupakan sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas (kelompok) tertentu. Norma-norma ini terinstusionalisasi dan mengandung sanksi sosial yang dapat mencegah individu berbuat sesuatu yang menyimpang dari kebiasaan yang berlaku di masyarakat. Aturan-aturan tersebut biasanya tidak tertulis, akan tetapi dipahami oleh setiap anggota masyarakatnya dan menentukan pola tingkah laku yang diharapkan dalam konteks hubungan sosial. Aturan-aturan kolektif itu misalnya menghormati pendapat orang lain, tidak mencurangi orang lain, kebersamaan dan lainnya.
Di tingkat subak, Subak Guama telah memiliki berbagai aturan yang dikenal dengan sebutan awig-awig yang mengatur tentang kegiatan-kegiatan yang berkenaan dengan Tri Hita Karana (manajemen dan kerorganisasian, pengelolaan usahatani dan irigasi, penyelenggaraan ritual subak, dan yang terkait). Sementara itu, KUAT Subak Guama memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD dan ART) yang mengatur pengelolaan koperasi dan telah dicatatkan pada pemerintah.
3.      Jaringan Sosial
Jaringan social merupakan salah satu dimensi modal sosial selain kepercayaan dan norma. Dalam aspek jaringan sosial, dapat digambarkan bahwa ikatan antar simpul (para petani dan KUAT Subak Guama), dimana ikatan atau hubungan sosial ini sangat ditentukan juga oleh adanya rasa saling percaya (trust) di antara para petani dan diatur berdasarkan pada norma-norma yang ada seperti awig-awig serta Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga KUAT. Berkenaan dengan konsep jaringan sosial ini, terdapat komponen kerja yang selanjutnya diwujudkan dalam bentuk kerjasama.
Dalam hubungannnya dengan sistem jaringan sosial pada KUAT Subak Guama terlihat adanya keterkaitan (connectedness), jaringan (networks) dan suasana kelompok. Keterkaitan yang terwujud adalah setiap anggota senantiasa selalu mengadakan interaksi baik di tingkat subak maupun tempek serta KUAT Subak Guama termasuk juga keterkaitan yang bersifat kelembagaan seperti antara subak dengan pihak luar; antara KUAT dengan pihak luar. Hubungan dan interaksi yang terjadi dilandaskan pada norma-norma dan saling percaya di antara mereka, dan memberikan manfaat dalam memenuhi kebutuhannya secara kolektif dalam usahatani seperti perolehan kredit, sarana produksi dan lain sebagainya. Selain itu, dalam jaringan sosial ini juga  mengandung komponen partisipasi dan pertukaran timbal balik (reciprocity) dan solidaritas di antara mereka yang berinteraksi dengan prinsip keadilan, seperti  adil dalam hal distribusi kredit, prosedur, dan sistem.
Reciprocity ini merupakan refleksi dari tingkat kepedulian sosial yang tinggi, saling membantu dan saling memperhatikan. Pada masyarakat yang demikian ini berbagai problem sosial akan dapat diminimalkan dan masyarakat akan lebih mudah membangun diri, kelompok, lingkungan sosial serta fisik. Pada KUAT Subak Guama ini, reciprocity tercemin dari adanya sikap saling menghargai dan saling berbagi di antara para anggota. Sebagai ilustrasi, pada kegiatan pengelolaan kredit sapi dan kredit lainnya dimana mereka saling berbagi dan menghargai kepada para petani yang lebih dulu memperoleh kreditnya karena kegiatan ini sifatnya bergulir. Pada pengelolaan irigasi sebagai pendukung kegiatan pengelolaan usahatani, hubungan timbal balik terlihat pada adanya saling pinjam air irigasi dan juga adanya pengaturan air irigasi secara bergilir.
Solidaritas sosial yang ditunjukkan oleh para petani merupakan suatu keadaan hubungan di antara mereka yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional bersama sejak dahulu (sebelum terbentuknya KUAT Subak Guama). Solidaritas antar petani juga tercermin pada pengelolaan irigasi dan pengelolaan usahataninya, terutama pada saat musim kemarau. Bentuk solidaritas tersebut adalah adanya distribusi dan alokasi air irigasi yang disepakati secara bersama.
Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa untuk meningkatkan produktivitas pertanian tersebut modal yang digunakan oleh petani tidak hanya modal secara ekonomi. Tetapi juga dapat menggunakan modal non-ekonomi dan juga diimbangi dengan modal ekonomi. Modal yang dapat digunakan yaitu modal sosial dengan penguatan tiga komponennya tersebut agar menghasilkan kualitas dan kuantitas yang diinginkan petani.





           












BAB 4. KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan:
1.      Modal sosial berfokus pada jaringan antar individu, dimana modal sosial ini akan menjadi perekat di antara para petani. Dengan konsep trust (percaya), norma sosial, dan jaringan sosial.
2.      Modal sosial mempunyai posisi strategis dalam pengembangan jaringan kerjasama pembangunan sosial dan ekonomi mikro dan makro. Ketersediaan informasi sesuai jenis, jumlah, kualitas, dan tepat waktu saat dibutuhkan petani mampu meningkatkan adopsi teknologi.
3.      Untuk meningkatkan produktivitas pertanian, petani tidak hanya dapat menggunakan modal secara ekonomi, tetapi juga dapat menggunakan modal non-ekonomi, modal sosial dengan penguatan tiga komponennya tersebut agar menghasilkan kualitas dan kuantitas yang diinginkan petani.
4.      Penyuluhan pertanian sangat perlu dilakukan melalui pendekatan modal sosial sebagai instrumen utama untuk meningkatkan akses petani terhadap informasi serta memperkuat struktur jaringan kerjasama dalam adopsi inovasi.












DAFTAR PUSTAKA

Alfiasari. 2008. Analisis Modal Sosial Dalam Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Miskin Di Kelurahan Kedung Jaya, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia Vol. 1 No. 1/Januari 2008 – 29
Dance J. F., Sasli R., Agus S. 2009. Modal Sosial: Unsur-Unsur Pembentuk. http://p2dtk. bappenas.go.id
Pranadji, Tri. 2006. Penguatan Modal Sosial Untuk Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan dalam Pengelolaan Agroekosistem Lahan Kering; Studi Kasus di Desa-desa (Hulu DAS) Ex Proyek Bangun Desa, Kabupaten Gunungkidul dan Ex Proyek Pertanian Lahan Kering, Kabupaten Boyolali. Jurnal Agro Ekonomi. 24 (2), 178-206
Azahari, D.H. 2008. Indonesian Rural Women: The Role in Agricultural Development. Analisis Kebijakan Pertanian, 6(1); Page 1-10.
Rodrigues, Suzana B. Child, John. 2012. Building Social Capital for Internationalization. Revista de Administração Contemporânea, 16 (1); Page 23-38.
Soeharjo dan Patong 1973, Managemen sum­berdaya Petani, PT Rajawali Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar